cover edisi pertama

cover edisi pertama

Selasa, 30 November 2010

Berbagi Kebahagiaan di Pengungsian

Sebulan sudah berlalu semenjak letusan dahsyat Merapi, Senin (26/10) lalu. Aktivitas vulkanik gunung api teraktif di dunia inipun berangsur-angsur mereda. Gelar hajat Mbah Merapi telah usai, sebut beberapa media. Namun, kabar gembira tersebut bukanlah akhir dari penderitaan penduduk lereng Merapi. Sebagian dari mereka telah kehilangan rumah, lenyap digulung wedhus gembel. Sehingga bisa dibilang babak baru para pengungsi baru saja dimulai. Babak baru ini adalah rasa bosan setelah berminggu-minggu di pengungsian. Di GOR Gelarsena Klaten misalnya, banyak pengungsi yang terlihat hanya duduk termenung mengisi waktu.
“Ya seperti ini Mas setiap hari. Sudah bosan sebenarnya, pingin kembali lagi ke sungai, nambang, cari pasir, cari rumput. Tapi ya gimana lagi, sudah takdirnya seperti ini, mau tidak mau harus di jalani,” ungkap Narti, pengungsi dari Kemalang, Jumat minggu lalu (19/11).
Keriangan yang hilang
Kejenuhan luar biasa yang dialami oleh orang-orang dewasa tak pelak dialami juga oleh anak-anak. Keceriaan yang sangat identik dengan dunia anak-anak bisa dibilang sudah jauh dari mereka. Untuk sekedar bermain misalnya, beberapa anak terkesan sangat malas. Beberapa di antara mereka memang membaca buku di perpustakaan keliling,namun sebagian besar lebih memilih untuk tidur-tiduran sambil memperhatikan teman-teman mereka bermain.
Salah seorang anak, namanya Yuni, bahkan bisa dibilang hampir kehilangan keceriaannya sama sekali. Anak berambut keriting ini terlihat hanya duduk di pangkuan bapaknya tanpa aktivitas yang berarti, memainkan ujung bajunya. “Yo daripada nangis mas,” kata sang bapak tentang keadaan putrinya tersebut. Yah, dengan kenyataan tersebut sungguh terasa berat bagi tim pendamping untuk memulai acara pendampingan yang mereka rencanakan. Bahkan tim pendamping hanya melihat ketika mentor mereka, mbak Wiwid, dengan sigap memulai acara. Semuanya ada di luar pandangan tim pendamping, sebelumnya. Lalu bagaimanakah selanjutnya?
Secercah tawa yang sangat bermakna
Namun, mbak Wiwid perlahan merubah keadaan. Mantra yang sangat jitu: bernyanyi dan menari bersama! Tralalalalalelo, tralalalalalelo, tralalalalalelolelola, tralalalalalelo, tralalalalalelo, tralalalelolelola, bum bum bum bum... Nyanyian sederhana ini telah mem-buat mereka tertawa! Menemukan kembali soul mereka! Yes! Tim pendampingpun kemudian tak mau ketinggalan, menemukan soul yang sempat tak muncul. 
Yah, satu pelajaran besar. Buat mereka tertawa dulu, baru kita bisa memasuki dunia mereka yang sebenarnya. Dari awalnya yang malu-malu perlahan merekapun menampakkan kepribadian mereka: anakanak yang ceria. Bahkan beberapa ada yang refleks menggoyangkan pinggul ketika mantra tralalalalalelo dikumandangkan. Kegiatanpun terasa menjadi lebih ringan. Mengalir bersama tawa mereka. Bersama Bastian, dan para pendamping lainnya: Nanang, Retna, Hanif, Lina, Santi, Ade, Tri Nug, Alex, Fajar, Yuli, Indah, Edo, Wulan,Bayu, dan tak ketinggalan pula duo mentor: Mba Wiwid - Mba Yani, mereka berjalan-jalan. Buat lingkar-lingkaran.
Bongkahan kebekuan espun kemudian terpecah. Menjadi rombongan- rombongan kecil yang saling menautkan tangan mereka seraya bernyanyi dan menari bersama dalam kegembiraan. Air mengalir, gayung bersambut dari satu acara ke acara lain, dimana antara balita hingga anak-anak kelas 4 SD (kelas A) sudah mulai dipisahkan dari anak-anak kelas di atasnya (kelas B).
Kelas A kemudian membentuk kelas gambar. Sementara kelas B bermain bersama di lapangan. Berbagai game sudah disiapkan oleh pendamping. Ada jungle game dengan kebakaran, gempa, dan banjir. Ada pula kapal pecah, dan beberapa game lain yang tak kalah seru. Bermain, sambil belajar! Semua senang!

Suasana yang tak kalah serupun tercipta di kelas gambar. Dimulai dengan kontrak kerja untuk merawat peralatan yang ada, merekapun segera berkonsentrasi di depan kertas gambar. Menggerakkan pensil mereka, sesekali menanyakan ada penghapus tidak, kemudian kembali bergelut dengan mahakarya mereka. Ada bunga yang berwarna-warni, anak-anak ayam yang lucu, dan yang tak ketinggalan adalah gunung yang biru. Yang menggembirakan, Yunipun ikut menggambar, seekor ayam besar berwarna merah. Angin bertiup membawa kesejukan, senang.

1 komentar:

  1. kok potoku ra enek :D

    sayang ni blog ga diurus
    sapa yg punya

    BalasHapus